HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA
http://www.yabpeknas.com/2015/04/hak-dan-kewajiban-konsumen.html
http://www.sekedarinfo.com/hak-dan-kewajiban-pelaku-usaha/
Hak dan kewajiban konsumen diatur dalam pasal
4 dan 5 UU No. 8 / 1999, sebagai berikut:
Hak
konsumen antara lain:
1) hak atas kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2) hak untuk memilih barang
dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan
nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3) hak atas informasi yang benar,
jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4) hak untuk didengar pendapat
dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5) hak untuk mendapatkan
advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen
secara patut;
6) hak untuk mendapat pembinaan
dan pendidikan konsumen;
7) hak untuk diperlakukan atau
dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8) hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa
yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9) hak-hak yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban
konsumen adalah:
1) membaca atau mengikuti
petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau
jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2) beritikad baik dalam melakukan
transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3) membayar sesuai dengan nilai
tukar yang disepakati;
4) mengikuti upaya penyelesaian
hukum sengketa perlindungan konsumen.
Perlindungan konsumen di era global ditandai
dengan 2 fenomena. Pertama, globalisasi perdagangan internasional yang
menunjukkan kecenderungan bahwa aktifitas ekonomi pelaku usaha dan konsumen
tidak lagi dibatasi batas-batas yurisdiksi antar negara. Tidak ada lagi
halangan dalam bertransaksi. Serta banyak variasi barang dan jasa yang dapat
dikonsumsi atau dimanfaatkan konsumen sesuai kebutuhannya.
Kedua, implementasi hak-hak dan
kewajiban-kewajiban konsumen tidak dapat dilepaskan dari pola konsumsi
konsumen. Pola konsumsi ini secara berkesinambungan selaras dengan daya dukung
lingkungan sebagai bagian yang tidak terlepas dari kehidupan keseharian konsumen.
Pembangunan jati diri konsumen Indonesia bukan lagi terbatas akan pemahaman
akan hak dan kewajibannya saja, namun mulai meningkat kepada tanggung jawab
sosialnya yang terkait erat dengan pembangunan yang berkesinambungan
(sutainable development).
Oleh sebab itu, tantangan bersama di era
global adalah, bagaimana memberikan pemahaman akan pentingnya dan memperkuat
perlindungan konsumen agar konsumen mampu menetapkan pilihan dan keputusan yang
tepat dalam bertransaksi, mendorong persaingan usaha yang sehat antar pelaku
usaha, dan peningkatan daya saing produk dalam negeri.
Hal tersebut penting karena konsumen harus
waspada terhadap berbagai tawaran barang murah yang beredar di pasar namun
justru mengancam atau merugikan konsumen. Beberapa kasus barang murah (seperti
mainan anak, pangan, obat-obatan, kosmetika, peralatan rumah tangga, dan
sebagainya), ternyata mengandung bahan berbahaya dan tidak memenuhi ketentuan
standar yang dipersyaratkan.
Kini, saatnya menjadi konsumen cerdas sebagai
pilihan tepat untuk melindungi diri sendiri dari ancaman produk-produk semacam
itu. Konsumen cerdas adalah konsumen yang telah siap menghadapi berbagai
tantangan di era global. Indikasi konsumen cerdas ditandai dengan pemahaman
akan hak dan kewajibannya, sikap kritis dan berhati-hati dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa, sehingga ia mampu melindungi diri, keluarga dan
lingkungannya terhadap barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi aspek keamanan,
kesehatan, keselamatan, dan lingkungan (K3L).
Selain itu, konsumen cerdas juga memiliki
tanggung jawab sosial terhadap masyarakat dan negara yang diindikasikan dengan
pro-produk Indonesia dan pro-lingkungan.Berlatar belakang hal tersebut maka
tepatlah jika Kementerian Perdagangan RI mengambil tema “Gerakan Meningkatkan
Kesadaran Hak Konsumen” pada acara puncak peringatan Hari Konsumen Nasional
2013 di Balai Kartini Jakarta. Acara yang baru pertama kalinya dirayakan ini
dihadiri oleh Menteri Perdagangan RI Gita Wirjawan, Dirjen Standardisasi dan
Perlindungan Konsumen, Nuzuliah Iskak, pejabat dari BPOM, Badan Perlindungan
Konsumen Nasional, YLKI, asosiasi, universitas dan sekolah, serta pejabat Badan
Standardisasi Nasional. Tampak pejabat BSN yang hadir Deputi Bidang Informasi
dan Pemasyarakatan Standardisasi, Dewi Odjar Ratna Komala; Kepala Pusat Sistem
Penerapan Standar, Kukuh S. Achmad; serta Kepala Inspektorat A.K. Djaelani.
Pada kesempatan tersebut, Tini Hadad dari
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia/YLKI mengungkapkan penduduk Indonesia yang
berjumlah 240 juta jiwa merupakan konsumen yang memiliki hak-hak sebagai
konsumen. Namun pada kenyataannya, masyarakat terus dihadapkan pada maraknya
produk yang tidak memiliki jaminan kualitas, tidak bersertifikat Standar
Nasional Indonesia/SNI padahal sudah diberlakukan SNI wajib, atau produk yang
tidak dilengkapi label sesuai aturan. Produk-produk seperti ini sangat
mengancam keselamatan konsumen. Sebagai contoh, produk ban kendaraan yang tidak
ber-SNI berpotensi membahayakan/mencelakakan konsumennya.
Senada dengan Tini, Gita juga mengatakan,
kecenderungan jumlah dan daya beli masyarakat Indonesia yang semakin meningkat,
akan menjadi target pasar yang menggiurkan baik bagi industri dalam negeri
maupun luar negeri sehingga konsumen perlu dilindungi. Indonesia sendiri telah
memiliki Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen. Dalam
Undang-Undang ini, terkandung 4 pilar kebijakan yakni : Peningkatan produk
berkualitas; Peningkatan Pengawasan Barang Beredar; Peningkatan Edukasi
Konsumen; serta Penguatan lembaga Perlindungan Konsumen.
Oleh karenanya, Gita mengajak seluruh
elemen masyarakat untuk mendukung dan mengembangkan budaya gerakan konsumen
cerdas. Peringatan Hari Konsumen Nasional diharapkan dapat menjadi momentum
bersama untuk mewujudkan kesetaraan antara konsumen dengan pelaku usaha.
Seperti
halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban.
Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam
Pasal 6 UUPK adalah:
1.
hak
untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan
nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2.
hak
untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik;
3.
hak
untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen;
4.
hak
untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5.
hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut
ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:
1.
beritikad
baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2.
memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3.
memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4.
menjamin
mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5.
memberi
kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa
tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
6.
memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7.
memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Bila
diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha
bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi
konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula
dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima pelaku usaha.
Bila
dibandingkan dengan ketentuan umum di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tampak
bahwa pengaturan UUPK lebih spesifik. Karena di UUPK pelaku usaha selain harus
melakukan kegiatan usaha dengan itikad baik, ia juga harus mampu menciptakan
iklim usaha yang kondusif, tanpa persaingan yang curang antar pelaku usaha.
SUMBER:http://www.yabpeknas.com/2015/04/hak-dan-kewajiban-konsumen.html
http://www.sekedarinfo.com/hak-dan-kewajiban-pelaku-usaha/
Komentar
Posting Komentar